Suatu sore di sebuah restoran cepat saji. Beberapa remaja sedang asyik mengobrol. Salah seorang diantara mereka terlihat begitu kesal.
“Ah, gue bĂȘte banget nih sama nyokap gue. Masa gue minta
motor nggak dikasih. Giliran kakak gue, apa aja yang dia minta selalu dikasih.
Gue tuh ngerasa, nyokap gue pilih kasih deh.”
“Iya nih, gue juga. Masa gue dikasih HP bekas sih. Nggak
keren banget. Padahal kemarin mami gue baru beli handphone baru,” teman yang
lain menimpali.
Terdengar familiar?
Ya. Ucapan semacam itu tak jarang kita dengar di sekitar kita
atau baca di media sosial. Tak sedikit anak yang mengeluhkan sikap orangtuanya,
sementara orangtua pun melakukan hal yang sama. Orang tua dan anak saling
mengeluhkan satu sama lain.
Apa yang sedang terjadi, sebetulnya tak jauh dari masalah
komunikasi. Coba kita pahami apa yang sedang terjadi dengan remaja yang kesal
di restoran cepat saji di atas. Apa yang ia minta dan rasakan? Ia berharap
dapat dibelikan motor oleh orangtuanya tetapi tidak boleh. Salahkah
orangtuanya? Bisa jadi orangtua tidak salah karena anak belum cukup umur untuk
mengendari motor atau orangtuanya belum memiliki uang. Di sisi lain, anak
merasa orangtua pilih kasih karena kakaknya dibelikan motor sedangkan ia tidak.
Bukan tidak mungkin, apa yang dirasakan dan dipikirkan anak
terjadi karena kurangnya komunikasi antara anak dengan orangtua. Seperti apa
sih, komunikasi yang dimaksud?
Komunikasi tidak sekadar bicara, tapi masing-masing pihak diharapkan
memahami apa yang diinginkan oleh pihak lain.
Bisa jadi, saat anak meminta motor, respon orangtua kurang
menyenangkan. Apalagi jika disampaikan dengan nada marah tanpa memberi
kesempatan anak untuk bicara.
“Buat apa sih motor? Memangnya kamu
sudah cukup umur? Masih SMP sudah minta motor. Kamu pikir harga motor murah?
Nggak usah minta-minta motor!”
Pada kondisi seperti ini, anak bukan hanya tidak mengerti
namun menyimpan rasa kesal. Apalagi kalau ia melihat kakaknya mendapat
perlakukan yang lebih baik darinya. Akhirnya, yang ia pahami, orangtuanya
marah, motor mahal dan ia tidak berhak untuk memintanya. Padahal bisa jadi,
maksud orangtua tidak membelikan motor karena anak belum cukup umur, khawatir
dengan kondisi jalan raya, dan sebagainya.
Contoh di atas hanyalah satu dari sekian banyak permasalahan
komunikasi antara orangtua dan anak yang terjadi. Sebenarnya, bila dipetakan,
masalah komunikasi di dalam pengasuhan anak, tidak hanya antara orangtua dan
anak, tapi lebih jauh, antara orangtua dengan pengasuh, orangtua dengan
kakek-nenek atau keluarga yang tinggal serumah, kakak dengan adik, dan yang tak
kalah penting, suami dan isteri.
Tak jarang, suami marah
dengan isteri karena anak, atau menantu yang kesal dengan mertuanya, juga
karena anak. Begitu juga komunikasi antara orangtua dengan anak. Ada orangtua
yang mengeluh anaknya jajan setiap hari, tidak mau belajar, atau susah
diberitahu.
Lalu, bagaimana berkomunikasi
dengan tepat, agar masalah-masalah di dalam pengasuhan anak dapat diminimalkan? Apa saja hal-hal
non komunikasi yang mendukungnya?
Insyaa Allah semua dibahas tuntas di buku #AKUR -- Komunikasi Tepat dalam Pengasuhan Anak, diterbitkan oleh Elex Media Komputindo. Buku ini bisa dibeli di toko buku Gramedia atau secara online melalui www.gramedia.com atau market place lainnya.
#AKUR
#bukuparenting
#komunikasikeluarga
No comments:
Post a Comment