Bagaimana Pendidikan Tinggi Sebaiknya Merespon Artificial Intelligence?

Bagaimana Pendidikan Tinggi Sebaiknya Merespon Artificial Intelligence?


Apa tanggapan Bapak dan Ibu dosen ketika melihat banyak konten di media sosial yang menyarankan mahasiswa menggunakan artificial intelligence untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah?
Untuk kondisi dan tujuan tertentu, penggunaan AI memang lebih efisien tetapi tentu saja tidak bisa diaplikasikan untuk semua hal. Tentu  mengkhawatirkan ketika mahasiswa diajak serba instan untuk mengerjakan sesuatu. Lambat laun, daya kritis dan daya pikirnya semakin menurun. Lalu bagaimana sebagai pendidik, menyikapi hal ini?
Pada 19-21 Agustus 2024, saya berkesempatan Eduvate 2024, yang diselenggarakan Monash University Indonesia. Selama 3 hari (2 hari daring dan 1 hari tatap muka) kami diajak berdiskusi dengan para pakar di bidang pendidikan dan melihat metode pengajaran dari dosen lain. Meskipun beberapa kali mengikuti kegiatan serupa, tapi selalu ada cerita, insight baru yang saya temukan ketika bertemu para pakar di bidang pendidikan dan rekan-rekan dosen lain. 




Tracey Harjatanaya, Rektor Universitas Satya Terra Bhinneka berpendapat bahwa paradigma dalam dunia pendidikan harus berubah. Tujuan pendidikan tidak lagi bicara soal pertumbuhan dari sisi ekonomi tapi bagaimana mahasiswa dapat mengembangkan dirinya. Kesuksesan tidak lagi dilihat dari sisi ekonomi tapi bagaimana mereka mampu berpartisipasi di lingkungan sosial. Kurikulum tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan pasar tapi juga pada etika, kemampuan seseorang dalam memaknai kehidupan. Pendidikan harus mampu memberdayakan seseorang untuk memilih dan mengontrol hidup mereka sendiri. Memungkinkan mereka untuk meraih tujuan yang mereka harapkan dan hargai. 

Fajar Hidayat, Head of Leadership Excellence, Daya Dimensi Indonesia mengungkapkan bahwa universitas seharusnya memiliki support system terbaik dan menyiapkan mahasiswanya (yang merupakan Gen Z) untuk berkembang. 
Dari perspektif industri, Muhammad Yasir, Head of People dari Brick melihat pentingnya kurikulum di universitas harus didesain untuk berfokus pada masa depan, yaitu: (1) pemahaman terhadap teknologi (technology-driven environment), (2) mendukung mahasiswa untuk mampu menganalisis, mengevaluasi, dan memecahkan masalah melalui project-based learning dan kegiatan kolaboratif, (3) mendukung mahasiswa untuk mengembangkan pemikiran yang mampu beradaptasi, dan tangguh dalam melihat perkembangan di industri, (4) kerjasama dengan industri. 

Penggunaan AI di Universitas
Berkaitan dengan penggunaan AI oleh mahasiswa, sepakat dengan pendapat dari Rektor Universitas Kristen Maranatha, Oscar Karnalim, tentang pentingnya regulasi di tingkat universitas. Hal ini dikarenakan setiap prodi pasti memiliki kebutuhannya masing-masing. 




Saya ambil contoh di prodi ilmu komunikasi. Untuk mata kuliah copywriting, misalnya, penggunaan chat GPT untuk membuat radio script tentu tidak diperbolehkan. Mahasiswa harus mempelajari dasar-dasar copywriting; memahami bahwa tiap target audience perlu didekati dengan cara berbicara yang berbeda. Atau di mata kuliah desain. Sekalipun mahasiswa menggunakan Canva tapi harus memperlihatkan proses membuat desain dari awal. Bukan menggunakan template bawaan dari Canva. 
Jika mahasiswa terus menerus dimanjakan, lalu bagaimana mereka dapat berpikir kritis, menggunakan akal pikirannya untuk menelaah sebuah masalah?
Hal ini juga yang menjadi perhatian dari Itje Chodidjah, Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO. Menurutnya, dosen harus memahami pedagogi. Apapun teknologi yang digunakan di kampus, pikiran dan perasaan mereka harus dikembangkan. 
“Don’t overuse the technology, always contextualize it, and remember, our instrument in the human body remains the same.” (Aprilina Prastari) 


Youtube, Content Creator, dan Hoaks.

Youtube, Content Creator, dan Hoaks.

 



Beberapa waktu lalu saya ikut workshop Innovative Content Creation  yang digelar Youtube Indonesia. Saya tertarik ikut karena ingin tahu tentang content creator, cerita sukses dan peluang-peluang yang bisa didapatkan.

Ajay Vidyasagar, Managing Director Youtube Southeast and Emerging Markets dalam opening speech-nya mengatakan bahwa pasar Indonesia sangat menjanjikan dan menjadi salah satu yang terbesar. Dia memaparkan saat ini yotube Indonesia menjangkau 110 juta pengguna dengan usia di atas 18 tahun pada Juli 2023.

Youtube juga mencatat ada penambahan pelanggan/subscriber sebanyak 2 ribu channel dengan masing-masing channel memiliki subscriber lebih dari 1 juta. Bahkan 15 persen konten-konten yang diproduksi di Indonesia di tonton di di luar Indonesia. Yang fantastis, hamper tiap tahun durasi konten yang diunggah meningkat 85 persen. Wow…

Dalam kesempatan itu youtube juga memaparkan bahwa kehadiran youtube memberi kesempatan luas bagi content creator untuk berkreasi dan mendapatkan keuntungan secara ekonomi.

 

Content Creator

Menjadi content creator saat ini seperti menjadi harapan baru untuk mendapatkan uang. Dengan modal handphone, kuota dan cahaya secukupnya, seseorang sudah bisa menjadi content creator. Meskipun ada juga yang serius menjadi content creator dengan modal besar, menyediakan berbagai macam alat editing, kamera, studio dan kru.

Tidak bisa dipungkiri keberadaan youtube maupun media sosial lainnya memberikan peluang yang lebih mudah untuk memulai usaha di bidang digital dibanding dengan membuat media massa.

Selain keuntungannya bisa didapat langsung, aturannya pun tidak seketat membuat media. Kalau membuat media, selain biaya besar, tanggung jawab publik  juga diselimuti aturan-aturan yang cukup banyak, mulai dari UU Penyiaran, UU pers, kode etik dan diawasi lembaga-lembaga negara yang sah mempunya kekuatan hukum. Sementara kalau menjadi content creator dengan media youtube atau media sosial lainnya, lebih bebas dan tidak ada aturan yang mengikat kecuali UU ITE itupun jika ada yang melaporkan.

 

 

 

Merebaknya Hoaks & Pelanggaran Hak Cipta

Setiap ada peluang selalu ada tantangan yang dihadapi. Kemunculan content creator dengan video-video yang beredar di youtube ternyata tidak semuanya berkualitas. Video yang dibuat dan diunggah para content creator melalui akun yang namanya persis seperti akun-akun media pers, banyak yang isinya hoaks. Bukan hanya kontennya yang mengandung informasi yang diselewengkan tapi juga foto dan video yang digunakan pun berasal dari comot-comotan media massa lain khususnya televisi.

Akun yang menyebarkan informasi bohong, hoaks dan bombastis ini cukup banyak beredar di youtube. Hanya bermodalkan kemampuan editing, meng-compile video dan menambahkan voice over, jadilah sebuah video berita yang seolah-olah fakta padahal isinya rekayasa dan hoaks semata. Kalau dicermati video berita yang mereka upload ini mirip, mempunyai karakter sama, seperti fabrikasi hoaks. Bisa jadi dibuat oleh orang atau kelompok yang sama.

Tujuan membuat video berita hoaks ini beragam tapi sebagian besar, adalah mendapatkan cuan. Karena faktanya akun-akun ini mempunya subscriber cukup banyak dan ditonton ribuan orang dengan komentar yang massif. Tentu ada juga akun yang sedari awal niatnya membuat rusuh, onar dan adu domba. Yang paling asik adalah awalnya disewa menjadi buzzer untuk menjelekkan lawan politik lalu berlanjut karena ternyata video-videonya diminati dan diikuti banyak orang. Jadilah akun yang mendapatkan cuan dari dua belah pihak, dapat dari adsense  youtube dan dari sponsor atau bohir. Mantap kan…

Hal lainnya yang patut mendapatkan perhatian adalah pelanggaran hak cipta karya. Akun-akun ini dengan gampang dan sembarangan mengambil gambar-gambar tanpa izin pihak yang memilikinya. Potongan-potongan gambar diambil seenaknya tanpa credit tittle dari pemilik asli videonya. Bahkan ada akun yang berani mengklaim menjadi property milik sendiri.

 

Siapa Tanggung Jawab?

Yang menarik dari akun-akun hoaks di youtube ini adalah mereka eksis bahkan ada yang sudah bertahun-tahun memproduksi hoaks. Siapa tanggung jawab?

Platform pastinya punya tanggung jawab karena yang punya lapak. Walaupun youtube tidak bisa kerja sendirian untuk menutup akun hoaks tersebut namun bisa melakukan kerjasama lebih strategis dengan lembaga-lembaga cek fakta kredibel di tanah air. Kerjasama memang sudah dilakukan namun masih dalam tataran pelatihan, supporting dan kegiatan insidental. Selain itu youtube seharusnya memiliki standar video yang tampil di platform tersebut. Video-video dengan kualitas buram, hasi editan ulang, comotan dari media lain tidak bisa dimunculkan.

Pemerintah bisa menertibkan hak cipta karya dengan melakukan penegakkan hukum kepada pelaku. Sehingga ada efek jera dan mereka tidak seenaknya mengambil video tanpa izin dari pemilik.

Karena jika pembajakan karya jurnalistik terus dilakukan untuk menyebarkan hoaks akan sangat berbahaya bagi ekosistem digital dan juga bagi kehidupan social masyarakat.

Di Platform Media Sosial Apa Konsumen Biasa Bahas Masalah Kulit Wajah?

Di Platform Media Sosial Apa Konsumen Biasa Bahas Masalah Kulit Wajah?

Untuk social media strategist, content planner, dan teman-teman yang menangani  promosi brand di media digital pasti paham pentingnya memahami percakapan di media sosial. Dari mulai menganalis sentimen, word cloud, share of voice, hingga waktu percakapan yang dilakukan pengguna media sosial tentang topik tertentu. 

Pada 9 Agustus lalu, pada acara Indonesia Brand Communication Excellence 2024, Kristiyanto, Chief Marketing Officer dari Ivosights memberikan analisis tentang percakapan di media sosial yang berkaitan dengan masalah dan perawatan kulit wajah.  

Platform media sosial X digunakan untuk diskusi yang berkaitan dengan masalah kulit seperti jerawat dan wajah kusam. Waktu puncak untuk percakapan ini terjadi antara pukul 18.00 hingga 23.00, terutama pada hari Rabu. Instagram lebih banyak digunakan untuk promosi produk perawatan kulit terutama yang melembabkan, dengan wakti percakapan terbanyak pada pukul 12.00-17.00 WIB. 


Sumber: Unsplash.com

Melihat hal tersebut, Kristiyanto menyarankan beberapa catatan untuk para brand owner. Pertama, optimalisasi waktu posting. Kedua, bedakan platform dan waktu posting untuk topik tentang masalah kulit wajah dan kebutuhan perawatan kulit. Ketiga, kampanye berdasarkan topik terpopuler. Sertakan konten edukatif dan soroti manfaat produk yang mencerahkan dan melembabkan kulit. Keempat, berkolaborasi dengan influencer. 

“Selain itu, affiliate marketing cukup efektif untuk brand,” kata Kris. 

Penjelasan Istilah:

  • Analisis Sentimen: Teknik pemrosesan bahasa alami (NLP) untuk mengidentifikasikan dan mengatagorikan opini (positif, netral atau negatif) dalam percakapan di media sosial. 
  • Share of Voice (SoV): Metrik yang mengukur proporsi percakapan tentang suatu brand atau topik tertentu dibandingkan dengan total percakapan di media sosial dalam kategori yang sama. SoV menunjukkan berapa besar kehadiran brand tersebut di media sosial, dibandingkan dengan kompetitornya. 
  • Word Cloud: representasi visual dari Kumpulan kata yang sering muncul dalam percakapan di media sosial. Kata-kata yang sering digunakan akan ditampilkan dengan ukuran yang lebih besar. Word Cloud dapat membantu mengidentifikasi topik, tren, dan sentimen yang dominan dalam percakapan pengguna. 

(Disarikan oleh Aprilina Prastari, saat menghadiri Indonesia Brand Communication Excellence 2024, 9 Agustus 2024 di kampus LSPR, Jakarta)






Glow Up Your Brand: Cara Brand Baru dan Lama Merebut Hati Konsumen

Glow Up Your Brand: Cara Brand Baru dan Lama Merebut Hati Konsumen


Pandemi covid-19 ternyata takhanya mengubah kebiasaan di sektor pendidikan dan pekerjaan tetapi juga dalam hal perawatan diri, diantaranya wajah dan tubuh. Diakui Deanira Kapita, Product Development Nose Herbalindo, sejak covid, permintaan menjadi brand owner produk-produk kecantik dan perawatan kulit semakin meningkat. BPOM mencatat 20.6% industri kosmetik di Indonesia semakin berkembang. 

Komunikasi Brand Perawatan Kulit 

Jika melihat perjalanan brand perawatan kulit di Indonesia, maka kita akan melihat pendekatan komunikasi yang berbeda-beda. Pada 1980-2000, beberapa brand perawatan kulit lebih banyak mengomunikasikan tentang rahasia kecantikan zaman dulu, dengan menonjolkan putri keraton yang cantik dan menggunakan ramuan alami. Narasi memiliki kulit putih itu cantik juga menjadi salah satu pesan yang sering ditonjolkan dalam iklan-iklan mereka. 
Pada 2000-2010, komunikasi bergeser pada kualitas lokal yang tidak kalah dengan produk luar negeri. Kepedulian konsumen pada produk halal pun mulai digunakan para brand untuk mengomunikasikan kehalalan brand mereka. 
Beralih ke tahun 2010-2020, memasuki era digital dan media sosial semakin meningkat, brand pun mulai menggunakan para social media influencer
Lalu, apa yang akan menjadi tren komunikasi pada era 2020 ke atas?
“Tahun 2020 ke atas, era diversity of sustainability. Konsumen sekarang sudah peduli pada brand yang memiliki konsep dan peduli pada lingkungan. Mereka tertarik pada brand yang tidak menggunakan uji coba pada hewan, clean beauty, punya kontribusi pada lingkungan,” ujar Deanira, pada acara Brand Communications Excellence 2024, yang diselenggarakan pada 9 Agustus 20204, di kampus LSPR, Jakarta. 
Untuk itu, Nose, sebagai perusahaan yang memproduksi produk-produk perawatan kulit fokus pada unsur natural di dalamnya. 

         Sumber foto: Unsplash.com

Dengan semakin banyaknya pemain baru di bidang perawatan kulit, brand lama pun harus berbenah. Salah satunya, Erha. Pada awal berdirinya, Erha dikenal sebagai klinik perawatan kulit. Produknya pun tidak dijual bebas seperti sekarang. Namun semakin berubahnya perilaku konsumen terhadap perawatan kulit dan kecantikan, ditambah semakin banyaknya brand baru saat ini, brand yang sudah hadir selama 24 tahun ini harus berubah. 
Dijelaskan Angelyn Bunardi, Director of Erha Skincare, konsumen saat ini lebih berpengatahuan karena informasi banyak bertebaran di internet. Apalagi dengan banyaknya konten-konten tentang perawatan kulit, baik yang disosialisasikan oleh dokter atau public figure. Begitu juga dengan kebutuhan konsumen yang semakin beragam; dari mulai menghilangkan jerawat, flek, melembabkan, hingga kulit putih. 
Dilihat dari jenis kelamin, jika dulu pengguna produk-produk perawatan kulit adalah perempuan, maka saat ini, 18% adalah laki-laki, dengan target utamanya adalah Gen Z. Peluang ini dimanfaatkan Erha untuk membuat produk khusus laki-laki dengan brand HisErha. 

Dari Klinik ke Produk Massal

Dengan semakin banyaknya brand-brand baru dengan marketing yang kian gencar, Erha pun berusaha untuk “membumi”. Erha mulai hadir di beberapa gerai perawatan kulit dengan beragam produk dan kemasan yang disesuaikan dengan target audiensnya. 
“Kami hadir di tempat-tempat yang dekat dengan keberadaan konsumen, seperti di event, sekolah dan komunitas,” kata Angelyn. (Aprilina Prastari)



Atrocity Propaganda Ala Israel

Atrocity Propaganda Ala Israel

 

Dalam situasi perang, aktivitas politik dan ekonomi, propaganda kerap dilakukan dalam membangun opini publik. Propaganda merupakan upaya yang sistematis dan terencana yang dilakukan secara berulang dalam menyampaikan pesan untuk memengaruhi dan mengubah pandangan, pendapat dan tingkah laku (Bachtiar et al., 2016). Tujuannya jelas. Salah satunya, menumbuhkan kebencian terhadap musuh. 

Salah satu propaganda, khususnya yang dilakukan pada masa perang adalah propaganda kekejaman atau atrocity propaganda. Propaganda ini melakukan penyebaran informasi tentang kejahatan yang dilakukan oleh musuh; mungkin bersifat faktual namun seringkali menampilkan rekayasa atau membesar-besarkan sebuah informasi dengan disengaja. 

Salah satu bentuk propaganda kekejaman (atrocity propaganda) belum lama ini dilakukan oleh Israel. Pada 10 Oktober 2023, dunia digemparkan dengan pemberitaan yang dilakukan oleh media Israel, i24 yang menyatakan bahwa Hamas telah membunuh dan memenggal bayi dan anak-anak. 
Berita tersebut kemudian disampaikan kembali oleh Presiden AS, Joe Biden. Ia mengatakan bahwa telah mengonfirmasi foto-foto pemenggalan anak-anak oleh teroris. “I have confirmed pictures of terrorists beheading children.” 
Pernyataan tersebut kemudian diklarifikasi oleh seorang pejabat pemerintahan AS yang mengatakan kepada CNN bahwa baik Biden maupun para pembantunya tidak pernah melihat foto-foto atau menerima laporan mengenai informasi pemenggalan tersebut. 
Seperti dikutip dari republika.co.id, pemerintah Israel pun tak bisa mengonfirmasi kebenaran soal klain bahwa para pejuang Hamas melakukan pemenggalan terhadap bayi dan anak dalam serangan pada 7 Oktober 2023. Juru bicara Hamas pun telah membantah tuduhan tersebut. 

Hal tersebut diperkuat dengan investigasi yang dilakukan Anadolu. Agensi berita yang bermarkas di Turki itu kemudian menghubungi militer Israel melalui telepon untuk menanyakan klaim tersebut. Juru bicara mereka mengatakan, "Kami telah melihat beritanya, tetapi kami tidak memiliki rincian atau konfirmasi mengenai hal itu." 

Menyusul pemberitaan Anadolu mengenai tuduhan tersebut, beberapa jurnalis internasional memposting di X yang mengonfirmasi bahwa klaim tersebut tidak benar.  Seorang reporter Prancis yang berbasis di Jerusalem, Samuel Forey, mengatakan pada X bahwa dia berada di pemukiman Kfar Aza, yang terletak kurang dari 2 kilometer (1,2 mil) dari timur laut Gaza, pada Selasa tetapi tidak ada yang menyebutkan dugaan pemenggalan kepala tersebut. (https://mediaindonesia.com/internasional/620741/hoaks-hamas-penggal-puluhan-bayi-hiasi-berita-utama-media-barat)





Permainan Bahasa

Kasus tersebut hanya satu yang dapat terlihat tentang bagaimana propaganda yang dilakukan Israel. Narasi lain yang dibangun media barat adalah apa yang terjadi di Palestina saat ini akibat Hamas yang menyerang Israel terlebih dulu. Melupakan fakta bahwa selama lebih dari 70 tahun mereka telah menjajah Palestina. 

Salah satunya ketika presenter Sky News mewawancari seorang jurnalis dari Palestina, Yara Eid. Sebelum memulai wawancara presenter tersebut menyebutkan “It has been two weeks since Hamas first launched its attack on Israel. 1400 people killed since then. Palestinian officials say that more than 4000 people have died in Gaza.”

Yara kemudian meluruskan pernyataan presenter tersebut. Menurutnya, bahasa sangat penting dalam menjelaskan sebuah kondisi. “I think language is important to use. As a journalist, you have more responsibility to report what’s happening. Palestinians don’t just die, they get killed.” 

Dalam wawancara tersebut, Yara juga menegaskan dan mengklarifikasi framing yang kerap muncul bahwa apa yang terjadi adalah akibat perbuatan Hamas. Bahwa apa yang terjadi di Palestina saat ini bukanlah diakibatkan oleh peristiwa 7 Oktober melainkan perlawanan terhadap penjajahan yang telah terjadi selama 75 tahun di Palestina dijajah oleh Israel. “They are actually being subjected to ethnic cleansing, genocide for the last 75 years. And you mentioned that this Hamas-Israel war. This is not. And framing it as such is very misleading because it poses the thing that Israel is an equal power but it’s an occupying power.” 

Aktivis Palestina, Maimon Herawati, dalam sebuah diskusi menambahkan bahwa selain menguasai media-media di Amerika, menjalin hubungan baik dengan elit politik merupakan strategi yang dilakukan untuk menguatkan propaganda tersebut. 

Mempelajari dari Berbagai Sumber 

Bagi mereka yang tidak mengikuti perkembangan di Palestina, tidak sedikit yang mempercayai dan akhirnya “memaklumi” bahwa apa yang Israel lakukan merupakan sebuah balasan. Percakapan di media sosial, bahkan di Indonesia, sempat mengemuka oleh sebagian warganet. 

Pro kontra tentang peristiwa di Gaza atau pembunuhan warga sipil di wilayah Palestina adalah bentuk keberhasilan Israel dalam menanamkan ghozwul fikr atau perang pemikiran dan informasi terhadap seluruh warga dunia tak terkecuali di Indonesia. Israel yang jelas menjajah, merebut tanah Palestina dan membunuh warga justru kerap kali seperti menjadi korban dan Hamas yang melakukan perlawanan sporadis dikonotasikan sebagai teroris yang menyusahkan kedua belah pihak. 

Kita, khususnya umat islam di Indonesia, harus memiliki nalar dan literasi yang baik tentang peristiwa di Gaza dan sejumlah wilayah di Palestina. Bersifat skeptis untuk berita yang diturunkan media barat dan tidak menelan mentah-mentah informasi yang mereka berikan. Tidak mempercayai begitu saja pemberitaan media barat (AS dan Eropa) karena banyak konglomerat media di dua wilayah itu adalah keturunan Israel atau mereka sudah bekerjasama dengan Israel.

Hal lain yang bisa dilakukan untuk mendapatkan alternatif informasi dan mengimbangi pemberitaan dari media mainstream asing adalah dengan memanfaatkan media sosial untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi dari mereka yang tinggal di sana, mengetahui kondisi yang terjadi dan memiliki kesamaan visi. 

Ada beberapa warga Indonesia yang menjadi Youtuber atau content creator yang bisa memberikan informasi tentang situasi di Palestina seperti Bang Onim dan Muhammad Husein Gaza. Di Instagram, beberapa akun media sosial seperti Smart171, Adara Relief, dan beberapa lembaga kemanusiaan lain bisa menjadi referensi sebelum menelan mentah-mentah pemberitaan yang menyudutkan Palestina.  (APR)


15 Naskah Pemenang Sayembara Naskah Kajian Literasi Terapan Berbasis Konten Lokal 2023

15 Naskah Pemenang Sayembara Naskah Kajian Literasi Terapan Berbasis Konten Lokal 2023

 

Setelah sempat mundur dari jadwal seharusnya, akhirnya pemenang “Sayembara Naskah Kajian Literasi Terapan Berbasis Konten Lokal (SNKLTBN) yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI, diumumkan pada 18 September 2023. Alhamdulillah, naskah yang saya tulis berjudul “Jejak Silat Betawi di Pinggir Kota Bekasi” terpilih sebagai salah satu pemenang. 


Menerima penghargaan, mewakili pemenang yang lain. (Dok. foto: Perpusnas)


Sempat Ingin Mundur

Awalnya, saya mengetahui informasi lomba ini dari grup anggota andal Forum Lingkar Pena. Membaca judul lombanya, sebetulnya, saya masih meraba-raba, seperti apakah naskah lomba yang diharapkan dari lomba ini. Sempat membaca salah satu naskah pemenang tahun lalu dan mencoba mencari formula sendiri. 

Kalau dilihat dari judul lomba dan persyaratannya, saya menilai bahwa naskah yang diharapkan tentunya harus mengandung unsur lokalitas yang kuat. Meski tidak mengharuskan mengangkat cerita dari daerah penulis berasal atau tinggal, saya merasa lebih familiar untuk cerita yang mengangkat tentang Bekasi atau Jakarta. Tapi apa ya? Makanan, sudah terlalu banyak. Kesenian? Hmmm… saya masih belum sreg. Meskipun saya paham bahwa topik yang sama atau sudah terlalu umum bisa menjadi unik jika penulis mengangkat dari angle yang berbeda. 

Setelah coret-coret, diskusi dengan suami, saya akhirnya memutuskan untuk mengangkat silat di Bekasi. Tapi dari angle apa? 

Langkah pertama yang saya lakukan adalah riset dari beberapa sumber referensi tentang silat. Menarik tapi saya belum mendapat gambaran utuh mengenai sejarah silat di Bekasi. Saya lalu berkomunikasi dengan Aki Maja untuk menanyakan nara sumber yang mengerti tentang sejarah Bekasi. Oleh beliau saya diberi dua nama namun Bang Endra Kusnawan, pegiat sejarah Bekasi, yang merespon dengan baik. Setelah mengatur jadwal temu, Sabtu sore saya mengunjunginya di Gedung Juang, Bekasi. 




Berbincang dengan Bang Endra membuat saya ragu-ragu untuk melanjutkan. 
“Sepertinya perlu waktu lama untuk menggali sejarahnya, ya. Kalau saya sampai salah tulis, bisa menyesatkan nih,” ujar saya pada suami. 

Sepulang bertemu Bang Endra, saya sempat mau menunda menyelesaikan naskah. Saya lihat kalender. Kurang dari 3 minggu lagi tenggatnya dan saya baru mengumpulkan bahan. Itu juga masih jauh dari lengkap. Saya cek pekerjaan lain yang saat itu masih agak longgar. Pekerjaan berikutnya masih dimulai pertengahan Agustus. Kampus juga masih libur mengajar. Jadi harusnya sih, kalau dipaksakan in syaa Allah bisa. 

15 Naskah Pemenang


Ganti Outline 

Setelah melihat outline yang sebelumnya sudah buat, memang memerlukan waktu yang lebih lama karena banyak menggali sejarah silat, jawara Bekasi. Ada juga beberapa informasi yang cukup sensitif untuk diangkat dan bukan kapasitas saya untuk menceritakan hal tersebut. 

Melihat beberapa kondisi, akhirnya saya mengganti outline dan fokus pada beberapa perguruan silat yang boleh dikatakan tradisional yang masih ada di sekitar Pondok Gede, Bekasi, dan sekitarnya. 

Beberapa informasi perguruan silat saya dapatkan dari Pak Rahmat Malik, Ketua IPSI Bekasi. Beberapa perguruan silat tersebut adalah Garuda Paksi, Pendekar Sumur Tujuh dan Sanggar Maen Pukulan “Ji-Ung”. Semuanya di pinggir kota Bekasi. 

Dari beberapa wawancara tersebut, banyak hal menarik yang saya dapatkan. Bukan hanya sejarah Pondok Gede dan Jatimakmur, tempat kami tinggal tapi bagaimana kondisi Bekasi saat-saat awal kemerdekaan. 

Perjuangan Melestarikan Beladiri Silat 

Di tengah bela diri dari luar negeri, apalagi dengan keseruan media sosial, keberadaan perguruan silat ini haruslah diapresiasi. Mereka berusaha untuk memberikan aktivitas bermanfaat untuk anak-anak muda meskipun jumlah anggota yang tidak banyak. Jangan berpikir bahwa perguruan silat ini memiliki tempat khusus untuk berlatih. Mereka menggunakan tempat seadanya. Namun dari situlah semangat itu mereka tempa. Sesuai filosofi dari silat. 

Dok foto: Aprilina Prastari


Cerita Mardani dari PS Pendekar Sumur Tujuh, ada anak-anak yang dikenal bandel jadi berubah baik setelah belajar silat. 

Pastinya, tidak hanya melestarikan budaya, masuk perguruan silat juga akan membangun rasa cinta pada budaya. 

“Saya memilih untuk membangun sanggar silat karena saya ingin meneruskan apa yang diajarkan orang-orang tua dulu, saya cinta budaya betawi dan saya ingin anak-anak muda mengenal dirinya lewat budaya kearifan lokalnya sendiri,” tegas Farid, pendiri Sanggar Maen Pukulan “Ji-Ung”. 
(Aprilina Prastari)




Radio, Berselancar di Atas Ombak Digital

Radio, Berselancar di Atas Ombak Digital

Radio saat ini memasuki masa-masa krusial. Kemajuan teknologi, perubahan perilaku audiens dan kondisi pasar yang makin absurd menuntut stasiun radio melakukan perubahan menyeluruh, melakukan inovasi  dan menentukan visi baru tentang media bernama radio.

Sebenarnya sebelum euforia digital, industri radio juga sedang tidak baik-baik saja. Kondisi makin berat saat pasukan covid menyerang.  Disrupsi digital yang datang tak diundang menambah beban berat bagi radio. Apalagi untuk teman-teman radio di daerah yang sejak lama sulit kini makin terasa amat berat. 
Meskipun sebenarnya radio memiliki kedekatan lebih intim dengan teknologi digital dibanding media cetak namun pendekatan digital tidak selalu sama dengan kebiasaan orang-orang radio dalam bekerja. Mulai dari mind set, sumber daya manusia yang melek digital, pengetahuan, peralatan dan semua pernak-pernik digital termasuk mengemas serta memasarkannya. 
Orang radio yang biasanya berkutat pada soal segmentasi,  tagline, prime time pagi sore, kocokan lagu, durasi kini harus menghadapi sebuah disrupsi yang mengubah banyak hal secara fundamental. 
Orang-orang yang ada di industri radio, memiliki dua PR besar, yakni menjadikan radio masih relevan dalam situasi saat ini dan meyakinkan pengiklan bahwa radio memberi dampak pada brand mereka. 

Covid-19 dan Kekuatan Radio

Covid 19 yang datang waktu itu sebenarnya menjadi pembuktian kesaktian radio. Di saat krisis, radio tetap hadir mengudara, dimanapun dan kapanpun. Radio menjadi ujung tombak sosialisasi dan kampanye tentang covid dan pencegahannya di seluruh Indonesia. Bahkan menurut PRSSNI, jumlah pendengar radio justru naik signifikan pada saat covid. Pengikut medsos pun melonjak signifikan.
Bukan hanya itu Covid-19 membuat stasiun radio cepat adaptasi dan bertransformasi menjadi media audio dengan pendekatan digital. Konten on air didukung dengan konten di media sosial dan portal. Bersiaran dengan menggunakan zoom, talkshow dengan berbagai narasumber mancanegara secara daring.
Sejumlah pengiklan dari kementerian, lembaga dan korporasi mempercayakan sosialisasi kebijakan dan promosi produknya di radio dan media sosial radio. Sehingga radio pada saat covid khususnya di kota-kota besar relatif berkinerja positif. 

Peran radio dalam menyukseskan program pemerintah selama covid, seperti vaksin dan gaya hidup sehat harusnya menjadi momentum bagi industri radio untuk bangkit. Dengan terus memainkan isu-isu publik dan menjadi teman bagi pendengar dalam mendapat informasi penting, to be used dan berguna. Namun sayangnya momentum itu tidak maksimal dimanfaatkan padahal kepercayaan publik terhadap media mainstream khususnya radio sedang tinggi di tengah maraknya hoaks di media sosial. 





Bukan Sekadar Digital

Apa yang bisa dilakukan radio di era disrupsi saat ini? Berselancarlah di atas ombak digital. Menolak perubahan dan teknologi tidak mungkin, membiarkannya pun sebuah kesalahan. Jadi harus dihadapi layaknya seorang peselancar, tetap berusaha berdiri, kalau jatuh, bangun lagi, tenggelam, muncul lagi sampai pada satu titik keseimbangan baru. 
Berselancar di atas ombak dan gemuruh badai bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi ombak digital yang bisa berubah dengan cepat. Karena mengurus radio bukan hanya soal menjadi digital banyak ornamen dan pernak-pernik yang harus diurus. Alih-alih fokus digital hingga lupa dengan basis tradisional radio, yakni pendengar setia. 
Kepengin digital juga bukan sekadar digital. Harus ada goal yg jelas, rencana yang matang hingga, konten yang sustain dan pastinya cara memasarkan dan menjualnya. Bukan sekadar bikin akun, apps, ada podcast, hadir di youtube, tik tok dan sejenisnya. Karena kalau hanya sekadar bikin, biar terlihat moderen tanpa memahami esensi dari konten digital dan dalam prosesnya tidak melibatkan banyak pihak, mulai dari marcom, sales, GA, teknik, dan keuangan maka bisa dipastikan akan gagal. 
Karena digital itu mahal, cost center sehingga harus ada daya tahan keuangan perusahaan. Apalagi jika infrastruktur dan kontennya sudah digital tapi cara jualannya masih konvensional. Sehingga diperlukan pemahaman berjamaah tentang digital dari mulai pimpinan jajaran direksi, GM, Manager, Staf di semua unit agar bisa bergerak cepat, simultan dan akur. 




Interaksi adalah Koentji

Masuk ke dalam ruang digital adalah keniscayaan untuk industri radio karena digitalisasi akan mempercepat perusahaan bertumbuh, baik pendengar maupun revenue. Sumber pendapatan yang tadinya hanya dari spot, adlibs, event kini bisa didapat dari traffic media sosial yang dimiliki. Aset digital jika diurus serius akan mendatangkan cuan signifikan karena bisa dimodifikasi dalam berbagai bentuk. 
Namun masuk ke digital bukan berarti melupakan urat nadi dari radio, yakni interaktif. Banyak radio meninggalkan interaksi karena fokus pada konten dan lagu. Padahal satu-satunya keunggulan radio yang tidak dimiliki media lainnya termasuk medsos adalah interaksi antara penyiar dan audiens. 
Interaktif di radio menjadi penting di tengah sebaran hoaks yang makin meluas dan komentar medsos yang negtif, penuh kebencian. Radio interaktif memungkinkan pendengar untuk bertanya dan berkomentar tentang suatu hal, informasi atau hal-hal lainnya tentang kegundahan hati dan ketidaksetujuan terhadap satu kebijakan. 
Begitu juga yang berinteraksi di media sosial, seperti WA atau saluran komunikasi lain dari siaran yang kita lakukan karena mereka adalah pendengar setia yang harus dijaga dan dirawat karena mereka aset penting buat radio. 
Interaksi penyiar dan audiens tidak bisa digantikan dengan mesin, AI dan lainnya. Interaktif radio itu orisinil, ditanya dengan hati, dijawab dengan perasaan. Jika pendengar sudah puas dan mendapat segalanya termasuk bisa menentukan sikap dari media kita maka dia tidak akan pernah mencari ke hati yang lain.
Orang radio, siap berselancar? 

Gaib Maruto Sigit (Pemimpin Redaksi MNC Radio Network)


Artificial Intelligence (AI) dalam Industri Komunikasi: Ancaman atau Peluang?

Artificial Intelligence (AI) dalam Industri Komunikasi: Ancaman atau Peluang?

 

    Kemajuan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) diprediksi akan sangat berpengaruh pada kebutuhan sumber daya manusia. Laporan dari World Economic Forum (WEF) pada Mei 2023, seperti dikutip dari Kata Data melaporkan bahwa setidaknya 23% atau sekitar 83 juta pekerjaan di dunia akan hilang, sementara hanya 69 juta pekerjaan baru akan muncul. Artinya, ada sekitar 14 juta profesi di dunia akan berkurang dalam waktu lima tahun ke depan. Jenis pekerjaan apa saja yang akan hilang di industri komunikasi dan bagaimana menyikapinya?

    Ayu Purwarianti, Ketua Pusat Artificial Intelligence ITB dalam Indonesia Digital Conference yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) pada bulan Agustus 2023 di Bandung, menjelaskan bahwa setiap masa revolusi industri, pasti ada beberapa pekerjaan yang hilang, berganti dengan yang baru. 

    Sementara Davyn Sudirjo, founder masa.ai justru menilai keberadaan AI bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. “AI hanya tools. Pekerjaan yang butuh pemikiran akan susah digantikan oleh AI.”
Meskipun, Davyn mengakui, pekerjaan yang modelnya repetitif, tidak perlu banyak berpikir, bisa digantikan oleh AI. 



AI Dalam Dunia Jurnalisme 

    Ketua  Dewan Pers, Ninik Rahayu,  dalam paparannya menggambarkan bagaimana peluang dan tantangan di bidang jurnalisme. Mengutip riset yang dilakukan Sri Oktika Amran dan Irwansyah pada 2018, AI memang mampu menghasilkan berita cepat dalam jumlah besar, menghemat biaya produksi. Untuk membantu penulisan berita pada peristiwa yang relatif memiliki data dengan pola repeititif-statistik-atomasi daya-algoritma. Misalnya, pada berita pertandingan sepak bola, peristiwa bencana alam. Namun, tetap membutuhkan manusia untuk melakukan verifikasi dan melengkapi dengan sumber yang kredibel. 
Lebih lanjut Ninik menjelaskan bahwa AI juga mampu membantu kerja para jurnalis untuk melakukan transkripsi wawancara, mengunggah ke media sosial dan unggah berita (links, SEO). 
Meski begitu, AI juga memiliki kekurangan, diantaranya, ketidakmampuan menghadirkan konteks, bias, dan permasalahan etika dan hukum (manipulasi foto dan hak cipta). 




    Hal ini tentu saja perlu mendapat perhatian serius dari perusahan pers. Perusahaan pers  memiliki fungsi untuk memenuhi hak masyarakat akan informasi yang benar dan memelihara keberlanjuta media. Kata Ninik, ada dua pilar dalam memelihara keberlanjutan media. Pertama, karya jurnalistik yang berkualitas dan perusahaan pers yang sehat. Melakukan adaptasi teknologi tentu menjadi hal mutlak yang perlu dilakukan namun perlu diingat bahwa konten berita yang dangkal dan minim rasa akan menurunkan kualitas karya jurnalistik. 
    Ini artinya, perusahaan pers harus selektif memanfaatkan AI. 
    “Apapun, kuncinya ada pada jurnalis.”


    Apa yang disampaikan oleh Ninik telah dilakukan oleh Kompas Group (KG) Media. Andy Budiman, CEO KG Media, menjelaskan manfaat kecerdasan buatan untuk kemajuan KG. Pertama, memudahkan untuk melakukan web page personalization dan content classification. Dengan membaca riwayat penelusuran yang dilakukan seorang pembaca, hal ini memudahkan KG untuk menyajikan berita-berita sesuai minat seseorang. Begitu juga dengan personalisasi iklan. Iklan yang dibaca hanya iklan-iklan yang memang menyesuaikan dengan riwayat pencariannya. 

    “Yang paling dirasakan untuk English section. Dengan AI-powered translation, hemat biaya dari Rp850 juta menjadi Rp30 juta, dengan kenaikan jumlah pengunjung hingga 112%,” ungkap Andy.


Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, menjelaskan manfaat AI untuk pemerintahan. 


    Tak hanya media, para konsultan komunikasi politik juga harus cermat menghadapi keberadaan AI. Lucky Djani, founder pemilu.ai membuat platform yang memudahkan caleg untuk mengenal konstituen dan dapilnya. 

    “Kami membuat platform AI untuk pemilu yang menggambarkan secara rinci kondisi suatu daerah yang menjadi dapil si caleg. Lengkap dengan profil masyarakatnya, mulai dari pekerjaan, usia, status, dan lain-lain. Kami juga memberi solusi tema kampanye yang pas untuk setiap dapil, dan slogannya. Jadi caleg tidak perlu menghabiskan biaya besar untuk survey lokasi, sudah bisa datang ke dapil dengan modal data dari kami.  Efektif dan efisien,” ujar Lucky.

    AI memang memberi banyak kemudahan sekaligus ancaman. Namun, jangan panik. Fokus pada apa yang bisa kita manfaatkan dan menunjang kerja. (Aprilina Prastari/komunikolog)