Bagaimana Pendidikan Tinggi Sebaiknya Merespon Artificial Intelligence?
Youtube, Content Creator, dan Hoaks.
Beberapa waktu lalu saya ikut workshop Innovative Content Creation yang digelar Youtube Indonesia. Saya tertarik ikut karena ingin tahu tentang content creator, cerita sukses dan peluang-peluang yang bisa didapatkan.
Ajay Vidyasagar, Managing Director Youtube Southeast and Emerging Markets dalam opening speech-nya mengatakan bahwa pasar Indonesia sangat menjanjikan dan menjadi salah satu yang terbesar. Dia memaparkan saat ini yotube Indonesia menjangkau 110 juta pengguna dengan usia di atas 18 tahun pada Juli 2023.
Youtube juga mencatat ada penambahan pelanggan/subscriber sebanyak 2 ribu channel dengan masing-masing channel memiliki subscriber lebih dari 1 juta. Bahkan 15 persen konten-konten yang diproduksi di Indonesia di tonton di di luar Indonesia. Yang fantastis, hamper tiap tahun durasi konten yang diunggah meningkat 85 persen. Wow…
Dalam kesempatan itu youtube juga memaparkan bahwa kehadiran youtube memberi kesempatan luas bagi content creator untuk berkreasi dan mendapatkan keuntungan secara ekonomi.
Content Creator
Menjadi content creator saat ini seperti menjadi harapan baru untuk mendapatkan uang. Dengan modal handphone, kuota dan cahaya secukupnya, seseorang sudah bisa menjadi content creator. Meskipun ada juga yang serius menjadi content creator dengan modal besar, menyediakan berbagai macam alat editing, kamera, studio dan kru.
Tidak bisa dipungkiri keberadaan youtube maupun media sosial lainnya memberikan peluang yang lebih mudah untuk memulai usaha di bidang digital dibanding dengan membuat media massa.
Selain keuntungannya bisa didapat langsung, aturannya pun tidak seketat membuat media. Kalau membuat media, selain biaya besar, tanggung jawab publik juga diselimuti aturan-aturan yang cukup banyak, mulai dari UU Penyiaran, UU pers, kode etik dan diawasi lembaga-lembaga negara yang sah mempunya kekuatan hukum. Sementara kalau menjadi content creator dengan media youtube atau media sosial lainnya, lebih bebas dan tidak ada aturan yang mengikat kecuali UU ITE itupun jika ada yang melaporkan.
Merebaknya Hoaks & Pelanggaran Hak Cipta
Setiap ada peluang selalu ada tantangan yang dihadapi. Kemunculan content creator dengan video-video yang beredar di youtube ternyata tidak semuanya berkualitas. Video yang dibuat dan diunggah para content creator melalui akun yang namanya persis seperti akun-akun media pers, banyak yang isinya hoaks. Bukan hanya kontennya yang mengandung informasi yang diselewengkan tapi juga foto dan video yang digunakan pun berasal dari comot-comotan media massa lain khususnya televisi.
Akun yang menyebarkan informasi bohong, hoaks dan bombastis ini cukup banyak beredar di youtube. Hanya bermodalkan kemampuan editing, meng-compile video dan menambahkan voice over, jadilah sebuah video berita yang seolah-olah fakta padahal isinya rekayasa dan hoaks semata. Kalau dicermati video berita yang mereka upload ini mirip, mempunyai karakter sama, seperti fabrikasi hoaks. Bisa jadi dibuat oleh orang atau kelompok yang sama.
Tujuan membuat video berita hoaks ini beragam tapi sebagian besar, adalah mendapatkan cuan. Karena faktanya akun-akun ini mempunya subscriber cukup banyak dan ditonton ribuan orang dengan komentar yang massif. Tentu ada juga akun yang sedari awal niatnya membuat rusuh, onar dan adu domba. Yang paling asik adalah awalnya disewa menjadi buzzer untuk menjelekkan lawan politik lalu berlanjut karena ternyata video-videonya diminati dan diikuti banyak orang. Jadilah akun yang mendapatkan cuan dari dua belah pihak, dapat dari adsense youtube dan dari sponsor atau bohir. Mantap kan…
Hal lainnya yang patut mendapatkan perhatian adalah pelanggaran hak cipta karya. Akun-akun ini dengan gampang dan sembarangan mengambil gambar-gambar tanpa izin pihak yang memilikinya. Potongan-potongan gambar diambil seenaknya tanpa credit tittle dari pemilik asli videonya. Bahkan ada akun yang berani mengklaim menjadi property milik sendiri.
Siapa Tanggung Jawab?
Yang menarik dari akun-akun hoaks di youtube ini adalah mereka eksis bahkan ada yang sudah bertahun-tahun memproduksi hoaks. Siapa tanggung jawab?
Platform pastinya punya tanggung jawab karena yang punya lapak. Walaupun youtube tidak bisa kerja sendirian untuk menutup akun hoaks tersebut namun bisa melakukan kerjasama lebih strategis dengan lembaga-lembaga cek fakta kredibel di tanah air. Kerjasama memang sudah dilakukan namun masih dalam tataran pelatihan, supporting dan kegiatan insidental. Selain itu youtube seharusnya memiliki standar video yang tampil di platform tersebut. Video-video dengan kualitas buram, hasi editan ulang, comotan dari media lain tidak bisa dimunculkan.
Pemerintah bisa menertibkan hak cipta karya dengan melakukan penegakkan hukum kepada pelaku. Sehingga ada efek jera dan mereka tidak seenaknya mengambil video tanpa izin dari pemilik.
Karena jika pembajakan karya jurnalistik terus dilakukan untuk menyebarkan hoaks akan sangat berbahaya bagi ekosistem digital dan juga bagi kehidupan social masyarakat.
Di Platform Media Sosial Apa Konsumen Biasa Bahas Masalah Kulit Wajah?
Untuk social media strategist, content planner, dan teman-teman yang menangani promosi brand di media digital pasti paham pentingnya memahami percakapan di media sosial. Dari mulai menganalis sentimen, word cloud, share of voice, hingga waktu percakapan yang dilakukan pengguna media sosial tentang topik tertentu.
Pada 9 Agustus lalu, pada acara Indonesia Brand Communication Excellence 2024, Kristiyanto, Chief Marketing Officer dari Ivosights memberikan analisis tentang percakapan di media sosial yang berkaitan dengan masalah dan perawatan kulit wajah.
Platform media sosial X digunakan untuk diskusi yang berkaitan dengan masalah kulit seperti jerawat dan wajah kusam. Waktu puncak untuk percakapan ini terjadi antara pukul 18.00 hingga 23.00, terutama pada hari Rabu. Instagram lebih banyak digunakan untuk promosi produk perawatan kulit terutama yang melembabkan, dengan wakti percakapan terbanyak pada pukul 12.00-17.00 WIB.
Sumber: Unsplash.com |
Melihat hal tersebut, Kristiyanto menyarankan beberapa catatan untuk para brand owner. Pertama, optimalisasi waktu posting. Kedua, bedakan platform dan waktu posting untuk topik tentang masalah kulit wajah dan kebutuhan perawatan kulit. Ketiga, kampanye berdasarkan topik terpopuler. Sertakan konten edukatif dan soroti manfaat produk yang mencerahkan dan melembabkan kulit. Keempat, berkolaborasi dengan influencer.
- Analisis Sentimen: Teknik pemrosesan bahasa alami (NLP) untuk mengidentifikasikan dan mengatagorikan opini (positif, netral atau negatif) dalam percakapan di media sosial.
- Share of Voice (SoV): Metrik yang mengukur proporsi percakapan tentang suatu brand atau topik tertentu dibandingkan dengan total percakapan di media sosial dalam kategori yang sama. SoV menunjukkan berapa besar kehadiran brand tersebut di media sosial, dibandingkan dengan kompetitornya.
- Word Cloud: representasi visual dari Kumpulan kata yang sering muncul dalam percakapan di media sosial. Kata-kata yang sering digunakan akan ditampilkan dengan ukuran yang lebih besar. Word Cloud dapat membantu mengidentifikasi topik, tren, dan sentimen yang dominan dalam percakapan pengguna.
Glow Up Your Brand: Cara Brand Baru dan Lama Merebut Hati Konsumen
Atrocity Propaganda Ala Israel
15 Naskah Pemenang Sayembara Naskah Kajian Literasi Terapan Berbasis Konten Lokal 2023
Radio, Berselancar di Atas Ombak Digital
Radio saat ini memasuki masa-masa krusial. Kemajuan teknologi, perubahan perilaku audiens dan kondisi pasar yang makin absurd menuntut stasiun radio melakukan perubahan menyeluruh, melakukan inovasi dan menentukan visi baru tentang media bernama radio.
Gaib Maruto Sigit (Pemimpin Redaksi MNC Radio Network)
Artificial Intelligence (AI) dalam Industri Komunikasi: Ancaman atau Peluang?